Dengan Hati,
Berhati-Hatilah…..!!!
Oleh; Suwardi, M. HI.
"Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat
segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan perbuatannya dan apabila
buruk, maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah oleh kamu bahwa ia
adalah hati" (al-Hadist).
Sesuatu yang kecil, eksistensinya sangat menentukan,
sebagai pengatur sentral dan peranannya
yang sangat bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Ilustrasi tersebut adalah "hati" yang kita
punya. Rasulullah Saw. mengomentari soal hati seperti berikut:
"Ketahuilah kamu di dalam badan
manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala
perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya.
Ketahuilah oleh kamu bahwa ia adalah hati"
Berdasarkan hadis di atas, bahwa kebaikan manusia atau
keburukannya datang dari hati, kerana hati adalah pengarah bagi pancaindera
yang lahir. Jika hatinya baik, maka baiklah segala perbuatannya serta rasa
senang setiap rekan taulan mendekatinya dalam pergaulan. Al- Qomah berkata: hati
adalah sesuatu yang diikuti sebagian besar anggota tubuh (Qaulul mufid 'ala
kitab al- Tauhid, Juz: 2, hal: 112).
Andai hatinya buruk dan busuk, maka segala
perbuatannya akan jahat dan keji, senantiasa cenderung ke arah maksiat,
mengikut kehendak hati dan hawa nafsu, dan pemikirannya ketika itu pula akan
kalah dan senantiasa ditepikan. Oleh karena itu, hati merupakan raja bagi
seluruh anggota, jika anggota-anggota yang lain dikategorikan tentera. Anggota-anggota ini sering
melaksanakan sesuatu sesuai kehendak sang raja.
Dalam masalah ini, Allah Swt senantiasa mengingatkan
kepada hamba-Nya
melalui firman-Nya dalam
al-Quran,
surah al-Syu'ara'
26, ayat 88-89 yang berbunyi: “Di hari yang tiada bermanfaat, apakah harta
benda begitu juga anak-anak melainkan siapa yang menghadap Allah dengan hati
yang suci murni (ia itu penuh keikhlasan) karena Allah semata-mata.”
Hati yang amat dihargai di sisi Allah adalah hati yang suci bersih dari segala sesuatu yang dimurka oleh Allah Swt. seperti:
syubhah, hasad/ dengki, mengadu domba dan seterusnya, perbuatan- perbuatan yang makruh atau yang dibenci oleh Allah. Oleh karena itu,
Rasulullah Saw sentiasa berdoa kepada Allah dengan sabdanya: "Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon darimu hati yang suci bersih".
Di saat melakukan doa, Rasulullah Saw seorang yang maksum, terpelihara dari dosa, namun beliau tetap senantiasa berdoa supaya hatinya suci bersih. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengajaran kepada umatnya.
Bertolak dari pemahaman al- Qur'an dan hadist di atas, hati yang suci bersih adalah hati yang bebas dari segala penyakit
yang dibenci oleh Allah seperti hasad, dengki, dendam, iri hati, cemburu di
atas kejayaan orang lain atau merancang sesuatu yang tidak baik bertujuan
menganiaya orang lain dan sebagainya.
Seandainya tidak ada hal-
hal tersebut di atas, sudah barang tentu hati itu akan sentiasa bertakwa kepada Allah dengan melakukan hal
yang diridla'i dengan penuh keikhlasan. Jika kita melakukan sesuatu dengan tanpa pamrih, semata niat karena Allah. Maka semua rekan dan teman kita akan
menerima eksistensi kehidupan kita dengan baik.
Hati berfungsi untuk
segalanya,bahkan yang mengantarkan segala amal perbuatan ke hadirat Allah
adalah hati. Al- Ghazali berkata dalam kitabnya "barang siapa yang
mengetahui hatinya, maka ia mengetahui jiwanya, barang siapa mengetahui
jiwanya, maka ia mengetahui tuhannya" . (Ihya' Ulum al- Din, Juz;
3, hal: 7).
Dalam kesempatan lain Abu
Hamid berkata: "Kita boleh mengenali hati yang hidup kerana ia mempunyai
ciri-ciri tertentu, yaitu menunjukkan semangat yang tinggi, serta sifat-sifat
mulia seperti pemaaf, pemurah, tidak sombong (takabbur) atau membanggakan diri, dan tidak mengeluarkan kata-kata menyinggung
perasaan orang lain.
Di samping itu, jika kita
melihat perangainya, akan menampaklah
ciri-ciri keimanan seperti khusyuk, lemah lembut, sabar mendengar dan menerima
pendapat orang lain, tidak mementingkan dirinya sendiri serta bersimpati dengan
orang yang kurang bernasib baik. Mungkin- hemat penulis- Inilah gambaran orang
yang hatinya tidak mati.
Manakala hatinya mati, maka
amat ditakuti keberadaannya oleh setiap insan yang beriman. Bagi orang yang
beriman, mereka tidak takut mati, apabila sampai ajalnya, karena bekal sudah
sempurna, tetapi yang sangat ditakuti adalah
apabia ia kematian hati. Hal ini
dikarenakan kematian hati, menjadikan
jasad hidup dalam keadaan hina, disebabkan nafsu tidak dikendalikan akal, dan akal sendiri tidak
dikontrol hati nurani. Dalam kondisi demikian, kedudukan jasad tidak berguna
lagi di sisi Allah ataupun dalam pandangan masyarakat.
Selanjutnya, hati yang mati
membuat hilangnya keharuman jiwa, ibarat bunga
busuk yang senantiasa
mengeluarkan aroma tidak menyenangkan orang lain. Dengan kata lain, orang yang
mati hatinya, tidak mungkin berbagi rasa
dengan orang yang kurang bernasib baik (Abu Hamid Muhammad al- Ghazali, 1989. Hal.149).
Mengamati pemaparan di atas,
kondisi syari'ah sangat menitikberatkan pada hati, karena memainkan peranan
penting ke arah mengukuhkan keimanan dan memantapkan keyakinan akidah seseorang
kepada Allah. Jangan main-main dengan hati….!. Wallahu a'lam
Suwardi, M.HI (Dosen Fakultas Syari'ah STAI Al- Falah As- Sunniyah Kencong- Jember).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar