Jumat, 23 Januari 2015

BULETIN 23 JANUARI 2015

Dengan Hati, Berhati-Hatilah…..!!!
Oleh; Suwardi, M. HI.
"Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan perbuatannya dan apabila buruk, maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah oleh kamu bahwa ia adalah hati" (al-Hadist).

Sesuatu yang kecil, eksistensinya sangat menentukan, sebagai pengatur sentral dan  peranannya yang sangat bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Ilustrasi  tersebut adalah "hati" yang kita punya. Rasulullah Saw. mengomentari soal hati seperti berikut:
"Ketahuilah kamu di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah oleh kamu bahwa ia adalah hati"
Berdasarkan hadis di atas, bahwa kebaikan manusia atau keburukannya datang dari hati, kerana hati adalah pengarah bagi pancaindera yang lahir. Jika hatinya baik, maka baiklah segala perbuatannya serta rasa senang setiap rekan taulan mendekatinya dalam pergaulan. Al- Qomah berkata: hati adalah sesuatu yang diikuti sebagian besar anggota tubuh (Qaulul mufid 'ala kitab al- Tauhid, Juz: 2, hal: 112).
Andai hatinya buruk dan busuk, maka segala perbuatannya akan jahat dan keji, senantiasa cenderung ke arah maksiat, mengikut kehendak hati dan hawa nafsu, dan pemikirannya ketika itu pula akan kalah dan senantiasa ditepikan. Oleh karena itu, hati merupakan raja bagi seluruh anggota, jika anggota-anggota yang lain dikategorikan  tentera. Anggota-anggota ini sering melaksanakan sesuatu sesuai kehendak sang raja.
Dalam masalah ini, Allah Swt senantiasa mengingatkan kepada hamba-Nya melalui firman-Nya dalam al-Quran, surah al-Syu'ara' 26, ayat 88-89 yang berbunyi: “Di hari yang tiada bermanfaat, apakah harta benda begitu juga anak-anak melainkan siapa yang menghadap Allah dengan hati yang suci murni (ia itu penuh keikhlasan) karena Allah semata-mata.”
Hati yang amat dihargai di sisi Allah adalah hati yang suci bersih dari segala sesuatu yang dimurka oleh Allah Swt. seperti: syubhah, hasad/ dengki, mengadu domba dan seterusnya, perbuatan- perbuatan  yang makruh atau yang dibenci oleh Allah. Oleh karena itu, Rasulullah Saw sentiasa berdoa kepada Allah dengan sabdanya: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon darimu hati yang suci bersih".
Di saat melakukan doa, Rasulullah Saw seorang yang maksum, terpelihara dari dosa, namun beliau tetap senantiasa berdoa supaya hatinya suci bersih. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengajaran kepada umatnya.
Bertolak dari pemahaman al- Qur'an dan hadist di atas,  hati yang suci bersih adalah  hati yang bebas dari segala penyakit yang dibenci oleh Allah seperti hasad, dengki, dendam, iri hati, cemburu di atas kejayaan orang lain atau merancang sesuatu yang tidak baik bertujuan menganiaya orang lain dan sebagainya.
Seandainya tidak ada hal- hal tersebut di atas, sudah barang tentu hati itu akan sentiasa  bertakwa kepada Allah dengan melakukan hal yang diridla'i dengan penuh keikhlasan. Jika kita melakukan sesuatu dengan tanpa pamrih, semata niat karena Allah.  Maka semua rekan dan teman kita akan menerima eksistensi kehidupan kita dengan baik.
Hati berfungsi untuk segalanya,bahkan yang mengantarkan segala amal perbuatan ke hadirat Allah adalah hati. Al- Ghazali berkata dalam kitabnya "barang siapa yang mengetahui hatinya, maka ia mengetahui jiwanya, barang siapa mengetahui jiwanya, maka ia mengetahui tuhannya" . (Ihya' Ulum al- Din, Juz; 3, hal: 7).
Dalam kesempatan lain Abu Hamid berkata: "Kita boleh mengenali hati yang hidup kerana ia mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu menunjukkan semangat yang tinggi, serta sifat-sifat mulia seperti pemaaf, pemurah, tidak sombong (takabbur) atau  membanggakan diri,  dan tidak mengeluarkan kata-kata menyinggung perasaan orang lain.
Di samping itu, jika kita melihat perangainya, akan  menampaklah ciri-ciri keimanan seperti khusyuk, lemah lembut, sabar mendengar dan menerima pendapat orang lain, tidak mementingkan dirinya sendiri serta bersimpati dengan orang yang kurang bernasib baik. Mungkin- hemat penulis- Inilah gambaran orang yang hatinya tidak mati.
Manakala hatinya mati, maka amat ditakuti keberadaannya oleh setiap insan yang beriman. Bagi orang yang beriman, mereka tidak takut mati, apabila sampai ajalnya, karena bekal sudah sempurna, tetapi yang sangat ditakuti adalah  apabia ia kematian  hati. Hal ini dikarenakan  kematian hati, menjadikan jasad hidup dalam keadaan hina, disebabkan nafsu tidak  dikendalikan akal, dan akal sendiri tidak dikontrol hati nurani. Dalam kondisi demikian, kedudukan jasad tidak berguna lagi di sisi Allah ataupun  dalam  pandangan masyarakat.
Selanjutnya, hati yang mati membuat hilangnya keharuman jiwa, ibarat bunga  busuk   yang senantiasa mengeluarkan aroma tidak menyenangkan orang lain. Dengan kata lain, orang yang mati hatinya, tidak mungkin berbagi  rasa dengan orang yang kurang bernasib baik (Abu Hamid Muhammad al-  Ghazali, 1989. Hal.149).
Mengamati pemaparan di atas, kondisi syari'ah sangat menitikberatkan pada hati, karena memainkan peranan penting ke arah mengukuhkan keimanan dan memantapkan keyakinan akidah seseorang kepada Allah. Jangan main-main dengan hati….!. Wallahu a'lam



Suwardi, M.HI (Dosen Fakultas Syari'ah STAI Al- Falah As- Sunniyah Kencong- Jember).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar